Artikel
Berikut adalah artikel saya
Mengenai Saya
Pengikut
Rabu, 02 Juni 2010
PANDANGAN TERAPI EKSISTENSIAL Joko Yuwono
“Dengan makna, penderitaan dapat ditempuh dengan penuh kehormatan”
Viktor Frankl
A. Pengantar
Pada bulan September 1942, seorang dokter muda, bersama dengan istrinya, ibunya, ayahnya, dan saudaranya ditangkap di kota Wina, dan kemudian ditahan di kamp konsentrasi Bohemia. Peristiwa inilah yang nantinya akan menggetarkan hidup dokter muda itu, dan membantunya untuk menemukan apa yang sungguh-sungguh bermakna di dalam hidupnya.
Viktor Emil Frankl, MD Ph.D., itulah namanya. Lahir 26 Maret 1905 dan meninggal 2 September 1997. Ia adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban pada Kamp NASI Jerman yang selamat. Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alasan untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam prakteknya, terapi eksistensial dilandasi pada asumsi-asumsi filosofis.
Terapi eksistensial berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini mengutamakan sikap yang menekankan pada pemahaman bahwa eksistensi manusia alih-alih sebagai teknik-teknik untuk mempengaruhi klien.
B. Konsep-Konsep Utama
Terapi eksistensial menekankan pandangan tentang manusia. Pada bagian ini disajikan tentang konsep-konsep utama dalam terapi eksistensial yang membentuk bagi landasan praktek terapeutik.
Kesadaran diri
Manusia hakekatnya memiliki kapasitas kesadararan diri. Manusia memiliki kesadaran untuk berpikir dan memutuskan sendiri. Para eksistensialis menekankan bahwa manusi bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. Ia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang deterministik dari pengondisian.
Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
Ketiga kata diatas merupakan satu rangkaian yang saling berkaitan. Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab membuat menusia dihadiri kecemasan. Kebebasan manusia diiringi tindakan yang bertanggungjawab dan bahwa keterbatasan adalah atribut manusia maka kecemasan hadir.
Penciptaan Makna
Manusia itu unik, artinya bahwa manusia akan berusaha menemukan dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupannya. Eksistensi dari keberadaab manusi itu adalah kebermaknaan dirinya dalam kehidupan. Ketika manusia gagal menciptakan kebermaknaan maka hal-hal yang terjadi adalah kesepian, kesendirian ataupun keterasingan.
C. Proses-Proses Terapeutik
• Tujuan-tujuan terapeutik
Tujuan terapi ekstensial adalah agar klien memiliki kesadaran secara otentik sehingga ia sadar akan keberadaanya dan potensi-potensinya sehingga terbuka dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Otentik artinya sadar akan keadaan saat ini, memilih bagaimana hidup saat ini dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Penting sekali untuk membangun kesadaran klien untuk memutuskan suatu pilihan (memilih) sehingga ia menjadi bebas dan bertanggungjawab atas kehidupannya. Kecemasan sebagai akibat kebingungan manusia untuk memilih karena tidak ada jaminan kepastian. Maka klien harus menyadari pilihannya untuk menghadapi kecemasan dan menerima kenyataan bahwa dirinya adalah korban dari kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan terapeutik ekstensial adalah sebagai berikut :
1. Membantu klien melihat bahwa mereka itu bebas dan sadar atas kemungkinan-kemungkinan dalam hidupnya.
2. Menyadarkan klien bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang sedang dipikirkannya itu sedang dan sudah terjadi
3. Menyadarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mengahmbat kebebasan
• Hubungan terapeutik
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagaimana ada dalam dunia. Secara teknis dan prosedur dalam terapi eksistesial memiliki keleluasaan dan bervariasi dari fase ke fase atau dari klien ke satu dengan klien lainnya. Tugas terapis lainya adalah membantu klien menyadari dalam dunianya. Frankl dalam Corey (2001) memberikan gambaran bahwa terapis sebagai spesialis mata daripada pelukis. Artinya tugas terapis adalah memberikan perluasan dan memperlebar pandangan klien sehingga gambaran makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh klien sendiri.
Hubungan terapeutik menjadi sangat penting. Hubungan terapeutik ini menekankan pada hubungan antar dua manusia yang kondusif alih-alih sebagai teknik yang mempengaruhi klien. Peretemuan ini bukan untuk membahas masalah klien tetapi peremuan ini berisikan pengalaman-pengalaman pada saat ini, bukan masa lampau. Hubunga ini teraputik yang otentik diharapkan dapat membantu membangun kesadaran klien untuk menyadari pilihan dan potensi terhadap tendakan-tindakan dalam hidupnya.
D. Aplikasi
Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien. Individu yang mengalami krisis perkembngan seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa. Mereka yang mempunyai masalah tersebut memungkinkan digali pengalaman-pengalamannya guna menjawab pertanyaan-pertanyaan hidupnya. Mereka diberikan media untuk menyadari kebbebasan dan tanggung jawan pada pilihan hidupnya.
Setiap pendekatan memiliki keterbatasan dalam penerapannya. Ketepatan pendekatan terapi eksistensial pada individu di masa perkembangan tersebut diatas, merupakan kelebihan tersendiri. Tetapi pendekatan ini juga memiliki keterbatasan misalnya
• Pendekatan ini kurang sistematis pada prinsip-prinsip dan praktek therapy
• Beberapa penulis eksistensialisme menggunakan konsep abstrak atau global dan samar-samar. Sulit untuk dipegang.
• Model belum diperlakukan pada riset sebagaimana untuk divalidasi prosedur-prosedur tersebut.
• Memiliki keterbatasan penerapan pada kasus level keberfungsian klien yang rendah, klien yang ekstrem yang membutuhkan penangan secara langsung, klien yang miskin dan klien non verbal.
E. Kritik terhadap Pendekatan Terapi Eksistensial
Berdasarkan pendekatan dalam pelaksanaan terapi, Penulis beranggapan pendekatan ini terlalu filosofis. Dengan demikian membutuhkan ketrampilan pemahaman konsep kunci secara baik dan tepat dalam menerpkan konsep filosofi yang sangat filosifis ini. Hal lain, dengan pendekatan ini membutuhkan terapis-terapis yang memilki jam terbang (praktek terapi) yang cukup tinggi. Artinya kematangan seorang terapis sangat dibutuhkan.
Proses terapi membutuhkan waktu yang panjang dan ketakpastian kapan berakhir, berapa jam dan berapa kali pertemuan. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah produk. Apa produk yang diharapkan dari proses terapi masih berupa konsep-konsep, bukan sesuatu hal yang kongrit. Ukuran-ukuran produknya bukan menyelesaikan masalah dari malas belajar menjadi giat belajar, cemas menjadi tidak cemas, penakut menjadi pemberani atau lainnya. Pada produk perilaku sangat tergantung pada budayanya.
Berkaitan dengan kegiatan konseling di sekolah, rasanya Konselor di sekolah sulit untuk menerapkan. Konselor kesulitan mencocokan antara ekpektasi sekolah/orang tua dan tujuan konseling dengan pendektan eksistensial yang memberikan kebebasan klien dalam hal ini siswa untuk membuat pilihan sendiri. Sebagai contoh misalnya konselor yang memberikan konseling di SLB. Konselor dalam proses konselinya berpijak pada masa perkembangan anak berkebutuhan khusus (ABK). Tujuan adalah memberikan stimulasi agar siswa ABK dapat bertindak sesuai dengan masa perkembanganya. Tetapi ekpektasi sekolah menuntut orang tua agar saran-saran konselor diarahkan pada kebutuhan untuk memenuhi tuntutan sistem persekolahan.
Kritik lain adalah berkaitan dengan filosifi eksistensial tentang kebenaran. Penulis sepakat dengan tulisan George Boeree (1997) yang menuliskan bahwa Frankl sangat cerdas membungkus teorinya dengan agama secara halus dan tidak norak. Sulit rasanya untuk memperdebatkan kebenaran hanya berdasarkan pengalamannya, perasaan dan intuisi. Frankl dengan halus menanamkan pemahaman eksistensi manusia pada iman, pada penerimaan kebenaran mutlak yang didasarkan pada perasaan dan intuisi. Masalahnya adalah keinginan seseorang untuk menyerahkan diri pada kehendak Tuhan atau prinsip-prinsip universal lainnya adalah bertentangan dengan konsep eksistensial.
Daftar Pustaka
Boeree, C. George. (1997). Personality Theories, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Jogyakarta : Prismasophie
Corey, Gerald (2001). Theory and Practice of Couisnseling and Psychotherapy. Belmount, CA : Wadsworth/Tomson Learning.
Depdiknas (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Depdiknas
Hendar Putranto. (.......). Menemukan Makna Bersama Viktor Frankl.
Viktor Frankl
A. Pengantar
Pada bulan September 1942, seorang dokter muda, bersama dengan istrinya, ibunya, ayahnya, dan saudaranya ditangkap di kota Wina, dan kemudian ditahan di kamp konsentrasi Bohemia. Peristiwa inilah yang nantinya akan menggetarkan hidup dokter muda itu, dan membantunya untuk menemukan apa yang sungguh-sungguh bermakna di dalam hidupnya.
Viktor Emil Frankl, MD Ph.D., itulah namanya. Lahir 26 Maret 1905 dan meninggal 2 September 1997. Ia adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban pada Kamp NASI Jerman yang selamat. Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alasan untuk tetap hidup. Frankl adalah salah satu tokoh utama dalam terapi eksistensial.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam prakteknya, terapi eksistensial dilandasi pada asumsi-asumsi filosofis.
Terapi eksistensial berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini mengutamakan sikap yang menekankan pada pemahaman bahwa eksistensi manusia alih-alih sebagai teknik-teknik untuk mempengaruhi klien.
B. Konsep-Konsep Utama
Terapi eksistensial menekankan pandangan tentang manusia. Pada bagian ini disajikan tentang konsep-konsep utama dalam terapi eksistensial yang membentuk bagi landasan praktek terapeutik.
Kesadaran diri
Manusia hakekatnya memiliki kapasitas kesadararan diri. Manusia memiliki kesadaran untuk berpikir dan memutuskan sendiri. Para eksistensialis menekankan bahwa manusi bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya. Ia bukanlah bidak dari kekuatan-kekuatan yang deterministik dari pengondisian.
Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
Ketiga kata diatas merupakan satu rangkaian yang saling berkaitan. Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab membuat menusia dihadiri kecemasan. Kebebasan manusia diiringi tindakan yang bertanggungjawab dan bahwa keterbatasan adalah atribut manusia maka kecemasan hadir.
Penciptaan Makna
Manusia itu unik, artinya bahwa manusia akan berusaha menemukan dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupannya. Eksistensi dari keberadaab manusi itu adalah kebermaknaan dirinya dalam kehidupan. Ketika manusia gagal menciptakan kebermaknaan maka hal-hal yang terjadi adalah kesepian, kesendirian ataupun keterasingan.
C. Proses-Proses Terapeutik
• Tujuan-tujuan terapeutik
Tujuan terapi ekstensial adalah agar klien memiliki kesadaran secara otentik sehingga ia sadar akan keberadaanya dan potensi-potensinya sehingga terbuka dan bertindak sesuai dengan kemampuannya. Otentik artinya sadar akan keadaan saat ini, memilih bagaimana hidup saat ini dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Penting sekali untuk membangun kesadaran klien untuk memutuskan suatu pilihan (memilih) sehingga ia menjadi bebas dan bertanggungjawab atas kehidupannya. Kecemasan sebagai akibat kebingungan manusia untuk memilih karena tidak ada jaminan kepastian. Maka klien harus menyadari pilihannya untuk menghadapi kecemasan dan menerima kenyataan bahwa dirinya adalah korban dari kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan terapeutik ekstensial adalah sebagai berikut :
1. Membantu klien melihat bahwa mereka itu bebas dan sadar atas kemungkinan-kemungkinan dalam hidupnya.
2. Menyadarkan klien bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang sedang dipikirkannya itu sedang dan sudah terjadi
3. Menyadarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mengahmbat kebebasan
• Hubungan terapeutik
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagaimana ada dalam dunia. Secara teknis dan prosedur dalam terapi eksistesial memiliki keleluasaan dan bervariasi dari fase ke fase atau dari klien ke satu dengan klien lainnya. Tugas terapis lainya adalah membantu klien menyadari dalam dunianya. Frankl dalam Corey (2001) memberikan gambaran bahwa terapis sebagai spesialis mata daripada pelukis. Artinya tugas terapis adalah memberikan perluasan dan memperlebar pandangan klien sehingga gambaran makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh klien sendiri.
Hubungan terapeutik menjadi sangat penting. Hubungan terapeutik ini menekankan pada hubungan antar dua manusia yang kondusif alih-alih sebagai teknik yang mempengaruhi klien. Peretemuan ini bukan untuk membahas masalah klien tetapi peremuan ini berisikan pengalaman-pengalaman pada saat ini, bukan masa lampau. Hubunga ini teraputik yang otentik diharapkan dapat membantu membangun kesadaran klien untuk menyadari pilihan dan potensi terhadap tendakan-tindakan dalam hidupnya.
D. Aplikasi
Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien. Individu yang mengalami krisis perkembngan seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa. Mereka yang mempunyai masalah tersebut memungkinkan digali pengalaman-pengalamannya guna menjawab pertanyaan-pertanyaan hidupnya. Mereka diberikan media untuk menyadari kebbebasan dan tanggung jawan pada pilihan hidupnya.
Setiap pendekatan memiliki keterbatasan dalam penerapannya. Ketepatan pendekatan terapi eksistensial pada individu di masa perkembangan tersebut diatas, merupakan kelebihan tersendiri. Tetapi pendekatan ini juga memiliki keterbatasan misalnya
• Pendekatan ini kurang sistematis pada prinsip-prinsip dan praktek therapy
• Beberapa penulis eksistensialisme menggunakan konsep abstrak atau global dan samar-samar. Sulit untuk dipegang.
• Model belum diperlakukan pada riset sebagaimana untuk divalidasi prosedur-prosedur tersebut.
• Memiliki keterbatasan penerapan pada kasus level keberfungsian klien yang rendah, klien yang ekstrem yang membutuhkan penangan secara langsung, klien yang miskin dan klien non verbal.
E. Kritik terhadap Pendekatan Terapi Eksistensial
Berdasarkan pendekatan dalam pelaksanaan terapi, Penulis beranggapan pendekatan ini terlalu filosofis. Dengan demikian membutuhkan ketrampilan pemahaman konsep kunci secara baik dan tepat dalam menerpkan konsep filosofi yang sangat filosifis ini. Hal lain, dengan pendekatan ini membutuhkan terapis-terapis yang memilki jam terbang (praktek terapi) yang cukup tinggi. Artinya kematangan seorang terapis sangat dibutuhkan.
Proses terapi membutuhkan waktu yang panjang dan ketakpastian kapan berakhir, berapa jam dan berapa kali pertemuan. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah produk. Apa produk yang diharapkan dari proses terapi masih berupa konsep-konsep, bukan sesuatu hal yang kongrit. Ukuran-ukuran produknya bukan menyelesaikan masalah dari malas belajar menjadi giat belajar, cemas menjadi tidak cemas, penakut menjadi pemberani atau lainnya. Pada produk perilaku sangat tergantung pada budayanya.
Berkaitan dengan kegiatan konseling di sekolah, rasanya Konselor di sekolah sulit untuk menerapkan. Konselor kesulitan mencocokan antara ekpektasi sekolah/orang tua dan tujuan konseling dengan pendektan eksistensial yang memberikan kebebasan klien dalam hal ini siswa untuk membuat pilihan sendiri. Sebagai contoh misalnya konselor yang memberikan konseling di SLB. Konselor dalam proses konselinya berpijak pada masa perkembangan anak berkebutuhan khusus (ABK). Tujuan adalah memberikan stimulasi agar siswa ABK dapat bertindak sesuai dengan masa perkembanganya. Tetapi ekpektasi sekolah menuntut orang tua agar saran-saran konselor diarahkan pada kebutuhan untuk memenuhi tuntutan sistem persekolahan.
Kritik lain adalah berkaitan dengan filosifi eksistensial tentang kebenaran. Penulis sepakat dengan tulisan George Boeree (1997) yang menuliskan bahwa Frankl sangat cerdas membungkus teorinya dengan agama secara halus dan tidak norak. Sulit rasanya untuk memperdebatkan kebenaran hanya berdasarkan pengalamannya, perasaan dan intuisi. Frankl dengan halus menanamkan pemahaman eksistensi manusia pada iman, pada penerimaan kebenaran mutlak yang didasarkan pada perasaan dan intuisi. Masalahnya adalah keinginan seseorang untuk menyerahkan diri pada kehendak Tuhan atau prinsip-prinsip universal lainnya adalah bertentangan dengan konsep eksistensial.
Daftar Pustaka
Boeree, C. George. (1997). Personality Theories, Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Jogyakarta : Prismasophie
Corey, Gerald (2001). Theory and Practice of Couisnseling and Psychotherapy. Belmount, CA : Wadsworth/Tomson Learning.
Depdiknas (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Depdiknas
Hendar Putranto. (.......). Menemukan Makna Bersama Viktor Frankl.
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar